Kisah Sukses Daroji Bisnis Kursi Kantor Beromzet Miliaran


Kisah Sukses Daroji Bisnis Kursi Kantor Beromzet Miliaran >>  Bekerja sebagai tenaga penjual selama 11 tahun membuat Daropi Alex paham betul cara menjual dan memasarkan suatu produk. Mulai dari menawarkan kartu kredit, pendiri PT Alexis Cipta Furnitama ini lantas merintis karier sebagai salesman di perusahaan distributor peralatan dan perlengkapan kantor. Hingga akhirnya Alex berani memproduksi sendiri dan menghasilkan omzet belasan miliar.

Pada 1995, Alex pertama kali menjadi salesman. Dia menawarkan kartu kredit dari berbagai bank. “Saya datang ke pusat keramaian dan kompleks perumahan door to door,” kenang dia.

download (7)

Di tahun 1996, lulusan sarjana ekonomi UPI YAI ini beralih menjadi sales distributor peralatan dan perlengkapan kantor Datascript. Alex mulai menjual kebutuhan kantor seperti over head projector (OHP), layar, hingga kursi dan furnitur perkantoran.

Berbeda dengan kartu kredit yang langsung ditawarkan ke konsumen perorangan, Alex harus belajar soal penawaran barang ke perusahaan besar. Seluk-beluk lelang proyek pun harus dia kuasai.

“Meski gaji pertama saya Rp 450.000 per bulan, saya bisa belajar mandiri dan berwirausaha dari perusahaan ini,” ujar dia.

Baru di tahun ke-10, Alex mendapatkan proyek besar. Dia ingat betul, pada 2006, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sedang melakukan modernisasi sejumlah kantornya.

Saat itu, dia mendapat delapan proyek modernisasi KPP dengan nilai per proyek sebesar Rp 1,6 miliar. Proyek inilah yang menyulut keberaniannya untuk merintis usaha sendiri.

“Saya mulai jalankan bisnis sendiri sembari bekerja. Jadi seperti dua kaki,” ujarnya.

Alex melakoninya lantaran dari pekerjaannya saat itu, ia bisa belajar tentang banyak hal. Salah satunya, soal bahan baku dan pembuatan peralatan kantor, seperti meja dan kursi. Inilah yang lantas menerbitkan idenya untuk merintis usaha pembuatan perabot perkantoran pada 2007.

Ia mengawali produksinya dari sebuah rumah sewa di kawasan Cileungsi, Bogor dengan merekrut 20 pekerja. Dia mengaku tak membutuhkan banyak modal untuk memutar roda usahanya.

“Modal bikin perusahaan hanya Rp 7 juta. Untuk alat dan bahan baku, saya dipinjami teman, jadi setelah proyek selesai baru dibayar,” tuturnya.

Gagal pembawa berkah
Namun, kelihaian berbisnis memang belum sepenuhnya dikuasai Alex. Sebagai pengusaha baru, dia cukup terkejut karena kondisi pengelolaan keuangan sangat berbeda dengan saat dia menjadi karyawan.

“Pengusaha butuh dana untuk beli bahan baku dan bayar pekerja,” tutur Alex.

Saat itu, dia lupa tidak menganggarkan dana untuk kelanjutan usaha. “Duit menang proyek di KPP justru saya gunakan untuk membeli mobil dan uang muka rumah,” kenang dia.

Karena ketiadaan dana segar untuk operasional, bisnisnya sempat berhenti selama tiga bulan. Karyawan pun tidak dipekerjakan kembali. “Ini menjadi titik rendah dalam usaha saya. Saat itu saya stres. Ingin menjual mobil tapi dilarang istri,” paparnya.
Beruntung, seorang teman memberinya pesanan 600 kursi. Sebagai modal, Alex pun segera menggadaikan mobilnya untuk mendapat dana segar sebesar Rp 50 juta. Proyek ini menjadi pekerjaan pertamanya setelah vakum tiga bulan.

Dalam tiga pekan, pesanan 600 kursi bisa diselesaikannya. Sayang, meski pengiriman tepat waktu, proyek ini dinilai gagal. Pasalnya, enam bulan kemudian, Alex menerima keluhan dari distributor lantaran kualitas kursi yang jelek.

Dari peristiwa itu, Alex belajar lagi soal pembuatan kursi kantor, termasuk pemilihan bahan baku berkualitas.

Sebelumnya, Alex memproduksi furnitur dari kayu sementara order barunya adalah kursi berbahan besi, plastik dan kain. Alex pun sempat datang ke pameran alat-alat perkantoran di Malaysia untuk mengetahui kualitas dan melihat model kursi terbaru.

Meski proyek pertama gagal, Alex masih mendapat kepercayaan dari distributor untuk menggarap pengadaan barang berikutnya. Bisnisnya pun terus berkembang.

Alex pun benar-benar belajar dari pengalaman dalam mengelola keuangan. Alhasil, hanya butuh waktu singkat, pada 2009, dia sudah bisa membeli lahan seluas 250 m2 di Kalimalang, Bekasi, sebagai workshop. “Saya bangun ini semua dari keuntungan bisnis,” ujar Alex.

Tak hanya menangani proyek-proyek, pada tahun itu, Alex juga memasok kursi kantor ke empat distributor furnitur besar. Salah satunya, swalayan furnitur Atria Living. Tim produksinya pun bertambah menjadi 30 orang. Omzet Alexis Cipta Furnitama pada saat itu sudah mencapai Rp 600 juta–700 juta per bulan.

Untuk memenuhi permintaan yang makin besar, Alex pun menambah luas pabriknya. Dia membeli gudang seluas 1.000 m2. Tak hanya itu, pria kelahiran Bangka ini juga membeli rumah toko (ruko) yang digunakannya sebagai showroom untuk memamerkan produk Alexis Cipta Furnitama.

Pasar Alexis Cipta Furnitama pun kian luas. Tidak hanya memenuhi permintaan distributor dan pesanan proyek, tapi juga perusahaan yang secara langsung menjadi end user. Perusahaan klien Alexis Cipta Furnitama meliputi banyak bidang bisnis, seperti rumah sakit, bank, dan institusi pendidikan.

Untuk menjamin kualitas produknya, Alex juga menawarkan garansi produk selama dua tahun.

Bukan hanya terdengar oleh konsumen, gaung bisnis Alexis dalam bisnis furnitur ini juga terdengar sampai telinga importir sebagai pemasok bahan baku. Mereka pun ikut mengincar Alexis sebagai klien. Kini, ada empat importir yang menjamin suplai bahan baku berkualitas untuk Alexis.

Sejak 2011 Alex bersama para mitra importir rutin mengikuti pameran furnitur di China. “Saat ini kiblat bisnis ini di China,” ujar Alex yang kini mempekerjakan 70 karyawan. (Oginawa R Prayogo)

Editor: Erlangga Djumena
Sumber: KONTAN
Previous
Next Post »